Blog yang khusus menyediakan link download koran, majalah dan ebook gratis, khususnya yang berkaitan dunia pendidikan, sains dan agama

Download Buku Pengantar Studi Al-Quran pdf

 


Judul Buku: Pengantar Studi Al-Quran

Penulis: Abdullah Saeed

Penerbit: Baitul Hikmah Press

Tahun: 2020

Jumlah Halaman: 376

Buku yang ditulis oleh Abdullah Saeed ini versi aslinya adalah berupa bahasa Inggris, The Quran: An Introduction, yang pertama kali diterbitkan pada April 2008 di Routledge, Britania Jaya. Sedangkan dalam versi terjemahannya Dr. phil. Sahiron Syamsuddin dan Shulkhah M.Pd, pertama kali diterbitkan di Yogyakarta oleh Baitul Hikmah Press pada November 2016 dengan ketebalan mencapai 363 halaman. Buku ini merupakan salah satu karya tulis yang di dalamnya membahas beragam tema tentang studi Al-Quran. Kajiannya banyak mengulas beberapa aspek tentang Al-Qu’an, dimulai dari sisi kesejarahannya (konteks sosio-historis pada saat pertama kali diwahyukan), dan diakhiri dengan persoalan penafsiran Al-Quran pada era Modern atau kontemporer. Sebagai buku yang bertajuk pengenalan atau pengantar, sajiannya cukup padat dan ringkas. Namun urainnya sudah cukup jelas dalam memberikan gambaran. Sementara bahasa yang digunakan tidak terlalu berbelit-belit di luar konteks pembahasan dan ungkapan-ungkapannya yang lugas semakin mempermudah pembaca untuk memahaminya.

Buku ini memuat 12 Bab besar terkait beragam aspek Al-Quran. Pada bab pertama, Abdullah Saeed mengawali pembahasannya tentang Al-Quran dihubungkan dengan konteks kesejarahannya. Hal ini tentu tidak akan lepas dari pembicaraannya terkait konteks sosio-historis kehidupan Nabi Muhammad SAW dan juga tradisi budaya yang berkembang di kalangan penduduk Arab Mekah pada saat itu. Sebab keduanya merupakan bagian dari konteks sejarah diwahyukannya Al-Qur’an pada abad ke-7 masehi tersebut. Poin penting dalam tema ini adalah menurut Abdullah Saeed, pesan-pesan penting dari Al-Quran tertanam dalam konteks spesifik abad ke-7 Arab dan disampaikan melalui bahasa serta simbolisme yang dapat dipahami oleh audien pertama. Selain itu, menurutnya Al-Quran tidak serta merta menolak secara keseluruhan terhadap unsur budaya pra-Islam, tetapi diterima dalam bentuk modifikasi dan perubahan agar terhindar dari praktek politeistik. Pada dasarnya ajaran nabi pada masa itu menurutnya secara sosial bersifat progresif, yaitu cenderung mengarah pada kemajuan dan perbaikan. Di samping itu juga Abdullah Saeed menyinggung bahwa referensi Al-Quran tentang perempuan tampak diskriminatif untuk sekarang ini. Dia menekankan bahwa Al-Quran seharusnya dibaca dalam konteksnya secara keseluruhan dan memperhitungkan budaya serta norma-norma sosial yang ada pada saat wahyu tersebut diturunkan.

Selanjutnya bab kedua adalah tema terkait dengan hakikat wahyu dan Al-Quran. Saeed mengakui sepenuhnya bahwa Al-Quran adalah wahyu Tuhan yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, dan Al-Quran yang ada di tangan kita ini adalah otentik. Namun dia tidak sependapat dengan argumen para ulama klasik yang menekankan bahwa Al-Quran adalah wahyu Tuhan dan tidak ada peran selain dari-Nya. Saeed lebih sepakat dengan pemikiran beberapa pemikir kontemporer utamanya Fazlur Rahman, yang menyatakan bahwa nabi dan umat pada masa itu turut berperan dalam proses pewahyuan. Tidak dapat dipungkiri bahwa Al-Quran diturunkan tidak pada ruang hampa budaya. Al-Quran pada masa dan proses pewahyuannya benar-benar terlibat aktif dalam sejarah. Dengan kata lain Saeed seolah ingin menegaskan bahwa ada kaitan erat antara nabi, wahyu, dan konteks sosio-historis saat Al-Qur’an diwahyukan. Konteks sosio-historis menjadi elemen wahyu yang penting dan interpretasi harus berangkat dari realitas dimana wahyu itu diturunkan. Dari sinilah terlihat bahwa Saeed berupaya untuk mengembangkan tafsir kontekstual. Sedangkan fokus penafsirannya lebih cenderung pada ayat-ayat etika hukum. Sebab menurutnya selama ini umat Muslim cenderung melihat bahwa Al-Quran adalah kitab hukum padahal di sebenarnya kandungan ayat hukum di dalamnya tidak lebih dari setengahnya. Pandangan ini menurutnya akan semakin menenggelamkan ayat-ayat yang sebenarnya mengandung dimensi moral etis menjadi dipandang sebagai ayat berbasis hukum.

Kemudian pada bab ketiga, Abdullah Saeed mengangkat tema tentang Al-Qur’an sebagai kitab. Menurutnya konsep atau pemahaman bahwa Al-Qur’an di klaim sebagai kitab sudah ada sejak masa sebelum wafatnya nabi, meskipun jelas pada masa itu Al-Qur’an belum disusun menjadi sebuah kitab tertulis. Al-Qur’an menempati posisi sentral dalam tradisi tekstual Islam, namun bukan menjadi satu-satunya sumber hukum Islam, prinsip dan juga tradisi itu diambil. Dia juga mengulas terkait dengan tantangan oleh para sarjana Barat yang berusaha untuk menggoyahkan keyakinan umat Islam terhadap orisinalitas Al-Quran.

Pada bab ke-empat, materi yang diangkat dalam buku ini adalah terkait dengan tema-tema utama dan beragam jenis teks Al-Quran. Menurut penulis buku ini, tema-tema utama dalam Al-Qur’an semuanya berkisar pada tema sentral yaitu tentang Allah dan hubungan-Nya dengan manusia. Di samping itu pula, menurutnya Al-Qur’an mengandung sejumlah anjuran etis dalam menjalani kehidupan, salah satunya adalah umat Islam harus menghindari ekstremisme.
Selanjutnya pada bab kelima buku ini mengangkat tema terkait dengan penerapan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Abdullah Saeed, melalui tingkat paling sederhana yaitu membaca Al-Quran sudah menjadi bagian sentral dalam praktik keagamaan umat Islam. Praktek ini sudah dilakukan sejak zaman nabi. Ia dibacakan dalam setiap acara baik formal maupun non-formal. Al-Quran telah menyentuh segala aspek dari kehiduapan umat Islam. Bahkan sebagai wujud penghormatannya, umat Islam memiliki cara dan etika tersendiri untuk merawat dan memuliakannya.

Kemudian pada bab enam, buku ini menyajikan pembahasan terkait dengan pengetahuan di Barat dalam mengkaji Al-Qur’an. Pengetahuan ini lebih dikenal denga istilah ‘orientalis’. Kajian yang dilakukan oleh para orientalis tersebut memberkan dampak yang signifikan terhadap pemahaman historis dan kontemporer atas Al-Qur’an di Barat. Awal mula pengetahuan Islam tentag Al-Quran di Barat terjadi pada abad ke-8 karena adanya interaksi yang intensif antara Spanyol dengan muslim dab Budaya Islam. Kajian ini terus berkembang hingga melahirkan tokoh-tokoh besar kesarjanaan Al-Qur’an di Barat seperti halnya Theodor Noldeke, John Wansbrough, Patricia Crone dan Michel Cook, serta Andrew Rippin. Menurut Abdullah Saeed, teori-teori alternatif yang berkembang di Barat telah banyak mempertanyakan tentang kapan Al-Qur’an disusun, siapa identitas penulisnya, dan pada bahasa apa ia asala mulanya ditulis. Hal ini yang nampaknya kemudian justru beberapa kajian mereka (meski tidak semuanya) kemudian mengarah pada sikap skeptik terhadap orisinalitas Al-Quran.

Selanjutnya pada bab delapan buku ini membahas terkait dengan penerjemahan Al-Qur’an. Pada tema ini yang diuraikan adalah mulai dari konteks historisnya penerjemahan Al-Qur’an baik yang dilakukan oleh kalangan Muslim maupun Non-Muslim, hingga fase-fase yang dialami dalam praktek penerjamahan tersebut. Pada dasarnya penerjemahan Al-Qur’an di kalangan Muslim menurut penelusuran Abdullah Saeed sudah terjadi sejak abad pertama dalam Islam namun bukan dalam rangka penerjemahan secara keseluruhan. Penerjemahan itu hanya dilakukan dengan mengalihkan bagian-bagian tertentu kepada bahasa pribumi oleh mereka yang tidak menggunakan bahasa Arab. Sedangkan di kalangan non-Muslim baru terjadi pada abad ke-12 oleh Peter the Venerable, kepala biara dari Cluny di Eropa. Namun penerjemahan ini menurut Saeed dilakukan sebagai bentuk perlawanannnya terhadap Islam baik secara teologis maupun akademis.

Pada bab selanjutnya yaitu bab delapan dari buku ini mengangkat pembahasan dengan tema mencari keterkaitan antara Al-Qur’an dengan kitab suci lainnya, khususnya yaitu pada agama abrahamik (Yahudi, Kristen dan Islam). Bagi umat Islam sendiri, keyakinan terhadap kitab suci Yahudi dan Nasrani merupakan satu dari pilar agama Islam, yaitu rukun iman. Namun menurut Abdullah Saeed saat ini pandangan sebagian besar kaum muslim terhadap dua kitab tersebut terpecah mulai dari yang meyakini bahwa kitab-kitab tersebut masih tetap otoritatif, hingga mereka yang meyakini bahwa kitab-kitab tersebut tidak lagi murni sehingga tidak bisa dijadikan sebagai sumber hukum yang valid.

Kemudian bab sembilan dalam buku ini menguraikan tema tentang beberapa ajaran etika hukum dalam Al-Qur’an. Poin pentingnya menurut penulis buku tersebut ada pada kesimpulan bahwa sebagian besar teks etika-hukum Al-Quran cenderung bersifat instruktif, dan upaya untuk merelevansikan ajaran tersebut untuk era modern sangatlah kompleks.

Selanjutnya pada bab sepuluh buku ini memberikan bahasan tentang beberapa gagasan dan prinsip pokok penafsiran Al-Quran. Pada bab ini Abdullah Saeed memetakan uraiannya dimulai dari basis penafsiran yang ia pilah menjadi dua hal yaitu penafsiran yang berbasis tradisi (matsur) dan berbasis akal (rayi) disertai dengan konteks historisnya. Pemiliahan ini menurutnya dapat untuk memberikan batasan terhadap peran akal secara independen dalam menafsirkan sekaligus mempertimbangkan sumber yang berasal dari Al-Quran maupun hadis nabi dan generasi pertama umat Islam.

Masih berkaitan dengan penafsiran, pada bab sebelas buku ini tema yang diangkat adalah tentang pendekatan-pendekatan dalam penafsiran Al-Quran. Dalam bab tersebut Abdullah Saeed menguraikan tentang konteks historis penafsiran awal pada masa nabi yang menurutnya lebih cenderung pada gambaran model ‘tafsir praktis’ dari penggalan ayat Al-Quran tertentu. Selain itu juga dipaparkan terkait dengan pendekatan-pendekatan dalam penafsiran Al-Quran baik pada masa awal yang meliputi pendekatan teologis, mistis, hukum dan filosofis serta pendekatan yang berkembang pada era modern mulai abad ke-19.

Terakhir pada bab dua belas uraian terkait dengan modernis tafsir dikupas lagi oleh penulis pada bab ini. Disini Abdullah Saeed melakukan telaah pada lima pemikir kontemporer Al-Quran. Mereka adalah Fazlur Rahmna, Amina Wadud, Muhammad Shahrur, Muhammad Arkoun dan Khaled Abu El Fadl. Kelimanya ini menurut Saeed merupakan perwakilan dari penerapan pendekatan tafsir kontekstualis. Namun di awal tema ini terlebih dahulu ia memaparkan terkait dengan perbedaan antar madzhab tekstualis dan kontekstualis dalam hal penafsiran Al-Quran. Menurutnya, tafsir tekstualis masih mendominasi kerangka pemikiran para sarjana tafsir Al-Quran hingga saat ini. Dan ini sekaligus yang menjadi sumber kegelisahan dan latar belakang pemikiran Saeed dalam menyusun kerangka metodologi penafsiran. Menurutnya, maraknya model penafsiran tekstual oleh para kaum tekstualis yang menafsirkan Al-Quran secara literer berimplikasi pada pengabaian pada konteks sosio-historis pewahyuan Al-Quran. Hal inilah yang kemudian mendorongnya untuk membangun sebuah model tafsir yang peka konteks.

Download ebook Pengantar Studi Al-Quran pdf via Google Drive:

DOWNLOAD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar